Beberapa waktu lalu, seorang klien pernah berbagi cerita menarik tentang kondisi finansial karyawannya. Ternyata, masalah yang mereka hadapi cukup beragam, tapi intinya sama: urusan keuangan pribadi masih sering jadi sumber stres.

Ada yang setiap akhir bulan harus jungkir balik menutup cicilan. Bukan karena gajinya kecil, tapi karena gaya hidup, kebiasaan konsumsi, dan kurangnya kebiasaan mengatur prioritas. Bayangkan saja, gaji baru masuk, separuh langsung terpotong cicilan. Sisanya habis untuk kebutuhan bulanan, dan ketika ada pengeluaran mendadak, satu-satunya jalan keluar adalah… ya, utang baru. Akhirnya masuk ke lingkaran yang tidak pernah selesai.

Di sisi lain, ada juga karyawan yang sebenarnya punya cukup tabungan, tapi ragu melangkah ke tahap berikutnya: investasi. Mereka sering bilang,

“Takut uangnya hilang.” “Nggak ngerti harus mulai dari mana.” “Investasi itu kan buat orang kaya.”

Hemm... Padahal, tanpa sadar mereka membiarkan uangnya diam, tergerus inflasi sedikit demi sedikit. Bukan salah mereka sepenuhnya, karena memang sejak kecil jarang ada yang mengajarkan tentang cara mengelola dan mengembangkan uang dengan bijak.

Menariknya, kedua kondisi ini terjebak cicilan dan takut investasi, sama-sama membawa dampak ke dunia kerja. Karyawan yang stres dengan keuangan pribadi cenderung lebih mudah kehilangan fokus, emosional, dan menurunnya motivasi. Sementara yang bingung soal investasi sering merasa “jalan di tempat,” tidak punya arah yang jelas untuk masa depan finansialnya.

Kalau dipikir-pikir, urusan finansial itu sangat personal. Namun, efeknya bisa meluas sampai ke perusahaan. Karena ketika karyawan merasa lebih aman secara finansial, biasanya:

  1. Lebih fokus pada pekerjaannya
  2. Lebih bersemangat mencapai target
  3. Lebih rendah tingkat stres dan konflik

Maka, penting bagi kita semua baik individu maupun perusahaan, untuk melihat literasi keuangan sebagai salah satu kunci kesejahteraan di dunia kerja. Bukan cuma soal menabung atau berhemat, tapi tentang bagaimana setiap orang bisa membuat keputusan yang lebih sehat untuk masa depan finansialnya.

Kalau menurut Anda, masalah keuangan apa yang paling sering muncul di kalangan karyawan? Apakah lebih banyak yang terjebak cicilan, atau justru takut melangkah ke investasi? Atau siapa tau punya cerita yang menarik di lingkungan Anda?


Pernah nggak sih kamu masuk ke kantor baru terus mikir:

“Hemm... harus langsung unjuk gigi biar kelihatan jago, atau mending diem dulu aja ya?”

Saya pernah banget ngalamin itu. Dan waktu itu saya pilih opsi kedua: low profile dulu.
Bukan karena malas.
Bukan karena nggak bisa kerja.

Tapi karena saya percaya, di kantor itu mirip kayak main game.
Kalau baru mulai, jangan langsung pakai jurus pamungkas. Sayang banget, ntar cooldown-nya kelamaan. 😅


Hari Pertama: Jurus Pura-Pura Polos

Hari-hari awal, saya sengaja pura-pura polos.
Saya nanya hal-hal dasar (padahal tahu jawabannya), biar orang mikir saya “biasa-biasa aja”.

Kenapa? Karena kantor itu kayak main UNO.
Kalau langsung buka kartu +4 di awal, serunya habis duluan.
Lebih baik tahan dulu, amati lawan, baru keluarkan kartu pamungkas di momen pas.

Jadi saya pilih diam, mengamati.
Siapa yang paling vokal, siapa yang lebih suka diam tapi punya pengaruh, dan siapa yang suka komentar… tapi komentarnya lebih pedas dari cabe rawit. 🌶️


Keuntungan Low Profile

Ternyata, strategi ini bawa banyak keuntungan.

  1. Nggak jadi “tukang serba bisa” instan.
    Bayangin kalau dari awal semua orang tahu kamu jago. Siap-siap aja kerjaan numpuk kayak mie instan lima bungkus direbus sekaligus. Ujung-ujungnya gosong juga.

  2. Ada ruang buat adaptasi.
    Saya bisa belajar ritme kerja kantor, kebiasaan orang-orang, bahkan tahu jam-jam “wajib ngopi” tim.

  3. Baca karakter orang lebih jelas.
    Dari situ, saya tahu siapa yang bisa diajak kolaborasi, siapa yang harus diperlakukan hati-hati.


Tapi Jangan Kebablasan

Kalau kelamaan pura-pura nggak tahu, risikonya orang bisa mikir kita nggak punya inisiatif.
Bahkan bisa dianggap “invisible employee”, ada sih, tapi kayak nggak ada. 😬


Waktu Terbaik Buka Kartu

Nah, ini bagian yang paling seru.
Waktu yang tepat buat buka kartu biasanya:

  • Setelah paham alur kerja kantor.

  • Pas muncul masalah yang kita tahu cara beresinnya.

  • Kalau kontribusi kita bisa bikin tim naik level, bukan cuma bikin kita kelihatan keren.

Itu rasanya kayak lagi main game RPG, awalnya kamu jalan pelan, ngumpulin item, dan pas boss battle baru ngeluarin senjata legendaris. 🎮✨


Diam Itu Strategi, Bukan Pasif

Saya percaya, diam di awal itu bukan tanda pasif.
Itu strategi.

Biar orang ngeremehin dulu… sampai akhirnya kita kasih kejutan.
Dan percayalah, rasanya kayak masak mie instan tengah malam, diam-diam aja, tapi hasilnya bisa bikin semua orang rebutan. 🍜


✨ Jadi, kalau kamu masuk kantor baru, jangan buru-buru pamer skill.
Ingat: kadang strategi paling manis itu kayak UNO, buka kartu di saat yang tepat bikin permainan jadi lebih seru.


Sebagai rakyat biasa, saya merasa hati ini semakin teriris melihat kebijakan yang dibuat oleh para pemimpin kita. Baru-baru ini saya mendengar bahwa anggota DPR diberikan tunjangan perumahan sebesar Rp50 juta per bulan. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan tunjangan ini dibayarkan mulai Oktober 2024 sampai Oktober 2025 untuk kontrak rumah. Tapi bayangkan, tunjangan itu hampir sepuluh kali lipat upah minimum di Jakarta. Tak heran ribuan mahasiswa, pekerja, dan aktivis turun ke jalan menuntut keadilan. Mereka menilai kebijakan ini hanyalah salah satu contoh bagaimana elit semakin jauh dari realitas rakyat.


Puncaknya, demonstrasi di depan gedung DPR pada akhir Agustus berubah menjadi tragedi. Pada Kamis malam, 28 Agustus 2025 sekitar pukul 19.25 WIB, saat polisi membubarkan massa, sebuah kendaraan taktis Brimob melaju di Jalan Penjernihan I, Bendungan Hilir. Dua pengemudi ojek online, Affan Kurniawan dan Moh Umar Amarudin, terjatuh lalu terlindas kendaraan tersebut. Affan meninggal dunia, sedangkan Umar mengalami luka berat. Saksi mata mengatakan kendaraan itu terus melaju tanpa berhenti. Saya ngeri membayangkan bagaimana nasib rakyat kecil yang hanya berusaha mencari nafkah bisa diabaikan begitu saja.


Setelah peristiwa itu, Komnas HAM bergerak cepat. Mereka mengumumkan akan memeriksa tujuh anggota Brimob yang ada di dalam kendaraan tersebut. Komnas HAM juga menemukan indikasi kuat penggunaan kekerasan berlebihan oleh aparat saat membubarkan demonstrasi. Insiden penabrakan ini terjadi setelah demonstran di sekitar kompleks parlemen dibubarkan, dan kejadian diduga berlangsung di daerah Pejompongan. Kapolri Listyo Sigit Prabowo sudah menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga Affan, namun bagi saya, permohonan maaf saja tidak cukup untuk menghapus luka dan trauma para korban.


Yang makin membuat saya bingung, dua hari sebelum tragedi itu, 25 Agustus 2025, Presiden Prabowo Subianto memberikan penghargaan Bintang Mahaputera Adipradana kepada Burhanuddin Abdullah, mantan Gubernur Bank Indonesia. Penganugerahan itu disebut sebagai penghargaan atas kontribusinya menjaga stabilitas moneter. Tapi ingatan saya langsung teringat pada fakta bahwa Burhanuddin pernah divonis lima tahun penjara karena korupsi dana Bank Indonesia sebesar Rp100 miliar pada 2008. Bagaimana mungkin seorang yang pernah menyelewengkan uang rakyat malah mendapatkan penghargaan tinggi dari negara?


Sebagai rakyat, saya merasa disorientasi. Di satu sisi, kita diminta percaya bahwa pemerintah serius memberantas korupsi dan melindungi rakyat. Di sisi lain, ada tunjangan superbesar untuk wakil rakyat dan penghargaan bagi mantan koruptor, sementara warga biasa justru menjadi korban kekerasan saat menuntut keadilan. Saya khawatir, apakah suara rakyat semakin tidak dianggap? Apakah nilai manusia biasa sudah tidak sebanding dengan kepentingan elit?


Bagi saya dan banyak warga lainnya, yang kami minta sederhana: keadilan yang nyata. Kami ingin para pemimpin hidup sederhana dan mendengarkan aspirasi rakyat, bukan justru memberi fasilitas mewah kepada diri mereka sendiri. Kami ingin polisi melindungi, bukan melukai rakyat. Kami ingin penghargaan negara diberikan kepada orang-orang yang benar-benar berintegritas, bukan kepada mereka yang pernah terbukti merugikan negara. Karena jika tidak, keadilan akan terus menjadi omong kosong, dan rakyat akan semakin kehilangan harapan.

 



Sebagai orang tua, kebahagiaan anak tentu menjadi prioritas. Namun, apakah membahagiakan anak berarti menuruti semua keinginannya tanpa batas? Dalam Islam, mendidik anak adalah amanah yang besar, bukan hanya untuk kebahagiaan mereka di dunia, tetapi juga untuk kebahagiaan di akhirat. Pola asuh yang terlalu permisif—tanpa aturan, tanggung jawab, atau pembiasaan adab—bukanlah bentuk kasih sayang, melainkan bisa menjadi awal dari rusaknya akhlak dan arah hidup anak.

Apa yang Terjadi Jika Semua Keinginan Anak Dituruti?

Membiarkan anak tumbuh tanpa aturan jelas tidak hanya berbahaya bagi karakternya, tetapi juga dapat melemahkan akhlaknya sebagai seorang Muslim. Beberapa akibat dari pola asuh yang terlalu bebas adalah sebagai berikut:

  1. Tidak Menghargai Aturan dan Adab
    Dalam Islam, kedisiplinan adalah bagian dari adab yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ. Misalnya, mengajarkan anak untuk bangun pagi, shalat Subuh, dan menjalani rutinitas harian dengan teratur adalah cara mengenalkan kedisiplinan sekaligus adab terhadap waktu.
    Namun, jika anak dibiarkan bangun siang sesuka hati, makan kapan saja, atau bermain tanpa batasan, mereka akan kesulitan memahami pentingnya aturan, baik aturan dunia maupun syariat Allah.

  2. Tantrum yang Selalu Dituruti, Hilangnya Rasa Syukur dan Sabar
    Ketika anak merengek atau tantrum untuk mendapatkan mainan atau permen, sering kali orang tua memilih menyerah demi menghindari keributan. Padahal, Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa kesabaran adalah akhlak yang sangat mulia.
    Jika anak selalu dituruti, mereka tumbuh dengan keyakinan bahwa emosi negatif adalah cara yang efektif untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Ini tidak hanya mengikis rasa syukur tetapi juga menghalangi mereka belajar mengendalikan diri.

  3. Tidak Memahami Tanggung Jawab sebagai Amanah
    Anak yang tidak pernah diberi tugas kecil, seperti merapikan mainan atau membantu menyapu, akan tumbuh tanpa memahami konsep tanggung jawab. Dalam Islam, tanggung jawab adalah amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Jika anak tidak dibiasakan mengemban tanggung jawab kecil, bagaimana mereka akan memahami amanah yang lebih besar di masa depan?

Pentingnya Menyelaraskan Pola Asuh dengan Kakek-Nenek

Dalam keluarga besar, kakek-nenek sering kali ikut terlibat dalam pengasuhan anak. Meski kehadiran mereka sangat berharga, tidak jarang terjadi perbedaan cara pandang tentang pola asuh. Orang tua mungkin sudah berusaha menerapkan pola asuh Islami yang disiplin, tetapi kakek-nenek sering kali memberi kelonggaran dengan alasan, “Kasihan, masih kecil,” atau “Biar senang saja.”

Untuk menyelaraskan pola asuh, berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan:

  1. Berkomunikasi dengan Santun
    Jelaskan kepada orang tua kita (kakek-nenek anak) bahwa pola asuh Islami adalah amanah yang besar. Sampaikan dengan lembut bahwa anak-anak perlu diajarkan disiplin, tanggung jawab, dan adab sejak dini. Misalnya, Anda bisa mengatakan:

    “Mah, Pah, kami ingin anak-anak belajar tanggung jawab dan disiplin. Ini juga bagian dari ajaran agama, jadi kami berharap kita bisa bersama-sama mendidik mereka dengan cara ini.”

  2. Memberi Pemahaman tentang Akhlak Islami
    Ajak kakek-nenek untuk melihat pola asuh Islami sebagai cara mempersiapkan anak menghadapi masa depan, bukan sekadar membuat mereka bahagia saat ini. Jelaskan bahwa anak yang terbiasa dengan adab dan aturan akan lebih mudah menjalankan perintah Allah di masa depan.

  3. Tetap Hormat, Tetapi Konsisten
    Sebagai anak, kita tetap wajib menghormati orang tua kita. Namun, dalam hal pengasuhan anak, tidak ada salahnya untuk bersikap tegas jika ada perbedaan prinsip. Pastikan Anda dan pasangan konsisten dalam menerapkan aturan, sehingga anak tidak bingung atau mencoba memanfaatkan perbedaan tersebut.

Langkah-Langkah Membentuk Akhlak Islami pada Anak

  1. Rutinitas Ibadah Sejak Dini
    Biasakan anak untuk shalat tepat waktu, membaca doa sehari-hari, dan menghafal dzikir pendek. Jadikan ibadah sebagai bagian dari rutinitas keluarga, sehingga anak melihatnya sebagai kebutuhan, bukan kewajiban semata.

  2. Tanggung Jawab sebagai Amanah
    Berikan anak tugas sederhana sesuai usia mereka, seperti merapikan tempat tidur atau membantu membawa piring ke dapur. Jelaskan bahwa setiap tugas adalah amanah, yang jika dilakukan dengan baik, akan mendatangkan pahala dari Allah.

  3. Adab dalam Kehidupan Sehari-Hari
    Ajarkan adab Islami, seperti mengucapkan salam, makan dengan tangan kanan, atau berkata sopan. Hal-hal kecil ini akan membentuk karakter anak sebagai Muslim yang berakhlak mulia.

  4. Memberi Contoh Nyata
    Anak-anak belajar dari apa yang mereka lihat. Tunjukkan kesabaran, rasa syukur, dan kedisiplinan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka meniru akhlak baik ini tanpa merasa dipaksa.

Penutup

Sebagai Muslim, mendidik anak bukan hanya tentang kebahagiaan di dunia, tetapi juga tentang membimbing mereka menjadi hamba Allah yang diridhai. Pola asuh tanpa aturan mungkin terlihat menyenangkan di awal, tetapi dampaknya bisa merugikan di masa depan, baik untuk karakter anak maupun akhlaknya.

Selain itu, penting untuk melibatkan kakek-nenek dalam pola asuh yang Islami, agar pesan yang diterima anak konsisten dan sejalan. Dengan aturan yang tegas, cinta yang tulus, dan nilai-nilai agama yang diterapkan dalam keseharian, kita dapat membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, bertanggung jawab, dan berakhlak mulia.

Semoga tulisan ini menjadi inspirasi untuk memperbaiki pola asuh kita dan menciptakan generasi Muslim yang berakhlak baik. 😊



Retirement plans are still seen by many as nothing more than a necessary evil to meet regulatory requirements. However, is that truly accurate? When we dig a little further, we find that retirement programs are a win-win for businesses and their workers. Why? We should talk about it.


Pension Program: What Makes It Crucial?


1. Increase Employee Devotion
I mean, come on, wouldn't workers feel appreciated if their employer was concerned about their futures? This care takes the shape of retirement programs. Caring for employees makes them happier, which in turn makes them more productive and less inclined to leave for greener pastures.

2. Encouraging a Lengthier Attendance Period
These days, a lot of workers are on the hunt for higher pay elsewhere. However, workers are more likely to remain put if a pension plan is transparent. They have assurance that their future is safe.

3. Minimizing Worries About Money and Maximizing Efficiency at Work
Troubles with money are quite real. How can workers concentrate on their tasks if they are continually concerned about meeting their basic needs? This tension can be alleviated through retirement programs. What is the outcome? Workers' attention, imagination, and output have all increased.

Curiosity Piqued, What Does the Rulement State?
Government Regulation No. 45 of 2015, Article 16, states that BPJS Employment members are eligible for pension benefits in the event of old age, disability, or bereavement (including children, widows, and widowers). Knowing this will help you save more money and be better prepared for the future if your retirement age is set at a later age.Think again, businesses, if you still see pension schemes as nothing more than a financial drain. Do the substantial advantages, such increased productivity, improved public perception of the organization, and lower turnover rates not outweigh the expenses?

There is more to retirement programs than just the figures. The focus here is on the long haul, both for the business and its people. So,

"Does your company already have an appropriate retirement program?"


Are you an HR or L&D professional interested in discussing the significance of retirement programs and their potential to improve employee well-being? I welcome your perspectives and the opportunity to exchange more profound insights. Let us engage in a discussion collaboratively. Kindly send an email to surelnyaindra@gmail.com so we may arrange a time to converse.

 


 Ketika era digital semakin memudahkan kita dalam segala hal, judi online muncul sebagai salah satu bentuk hiburan yang menggoda. Banyak yang beranggapan bahwa dengan sedikit keberuntungan, mereka bisa mendapatkan imbalan besar. Namun, mari kita tinjau lebih dalam: apakah judi online itu nyata atau hanya ilusi semata?


Ilusi Keberuntungan yang Menggoda

Judi online sering dipasarkan dengan tawaran bonus dan hadiah besar, membuat banyak orang percaya bahwa mereka bisa mendapatkan keuntungan dalam waktu cepat. Padahal, kenyataannya peluang untuk memenangkan judi online sangat tipis. Seperti yang dijelaskan dalam artikel Finansialku, banyak pemain yang terjebak dalam siklus taruhan yang berulang, berharap keberuntungan akan datang, padahal yang terjadi adalah kerugian yang semakin bertambah.


Sifat adiktif dari judi online serupa dengan bahaya yang ditimbulkan oleh zat adiktif lainnya. Terdapat sisi psikologis yang mendalam di balik perilaku ini; individu sering kali terjebak dalam harapan semu untuk bisa 'menebus' kerugian mereka dengan permainan berikutnya, padahal yang mereka hadapi hanyalah ilusi.


Hukum dan Perspektif Islam

Dalam konteks hukum Islam, judi online jelas dianggap haram. Menurut artikel di Detik, judi tidak hanya mengandung elemen keburukan secara individu, tetapi juga dapat merusak tatanan sosial. Islam mengajarkan pentingnya pengelolaan harta yang bijak, dan perjudian dianggap menghamburkan harta dengan cara yang tidak produktif. Ini menjadi pengingat bahwa kita seharusnya lebih fokus pada investasi dalam hal-hal yang bermanfaat dan memberdayakan diri.


Dampak Negatif yang Mengintai

Keterlibatan dalam judi online dapat menyebabkan banyak dampak negatif, baik fisik maupun psikologis. Banyak pemain yang kehilangan kendali, terjebak dalam hutang yang menumpuk, dan pada akhirnya mempengaruhi kehidupan sosial mereka. Seperti yang diungkapkan dalam artikel Finansialku, ada risiko besar yang tidak hanya melibatkan keuangan, tetapi juga kesehatan mental. Kecanduan judi dapat menyebabkan stres dan depresi, serta mengganggu hubungan dengan orang-orang terdekat.


Kesimpulan: Saatnya Merenung

Jadi, sebelum Anda terjun ke dalam dunia judi online, pikirkan kembali dengan seksama. Meskipun terlihat menggiurkan, kebanyakan orang akhirnya terjebak dalam dunia ilusi tanpa menyadarinya. Alih-alih mempertaruhkan masa depan Anda dalam perjudian yang merusak, cobalah untuk menginvestasikan waktu dan sumber daya Anda dalam hal-hal yang lebih positif dan bermanfaat.


Judi online bukan hanya sekadar permainan; ini adalah ilusi yang bisa menghancurkan. Mari kita pilih jalan yang lebih baik dan lebih bermanfaat dalam hidup kita.


     Hari ini adalah hari yang istimewa, Hari Raya Idul Adha. Seperti biasa, kita merayakan dengan penuh suka cita dan tentunya dengan daging kurban yang melimpah. Dalam suasana kebahagiaan ini, saya ingin berbagi pandangan tentang pentingnya menjaga kesehatan dan keuangan di tengah perayaan.


     Salah satu hal yang perlu kita perhatikan adalah menjaga keseimbangan dalam mengonsumsi daging. Memang, daging kurban adalah berkah yang harus kita syukuri, tetapi kita juga perlu mengingat bahwa kesehatan adalah aset berharga yang harus dijaga. Mengonsumsi daging secara berlebihan bisa berdampak buruk bagi kesehatan kita. Oleh karena itu, makanlah daging secukupnya. Nikmati setiap gigitan dengan penuh kesadaran bahwa tubuh kita memerlukan nutrisi yang seimbang.


     Selain itu, momen Idul Adha ini bisa menjadi kesempatan untuk berhemat. Daging kurban yang kita terima tidak harus dihabiskan dalam waktu singkat. Kita bisa menyimpannya di dalam freezer untuk digunakan di masa mendatang. Dengan penyimpanan yang baik, daging kurban bisa bertahan berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Ini tentu akan sangat membantu dalam mengatur anggaran rumah tangga kita, terutama dalam hal kebutuhan pangan.


     Dengan merencanakan konsumsi daging secara bijak, kita tidak hanya menjaga kesehatan, tetapi juga membantu keuangan keluarga tetap stabil. Mari kita nikmati Hari Raya Idul Adha dengan penuh rasa syukur dan kebijaksanaan. Semoga kita semua diberi kesehatan dan kemampuan untuk memanfaatkan berkah ini sebaik-baiknya.